Senin, 09 Mei 2016

Layaknya Rezeki, Maut pun Datang Tak Disangka-Sangka

“Put papa hari ini mau pulang loh” Begitulah kalimat pertama kali yang diucapkan kaka saat aku menjawab telfonnya.

“Papa hari ini pulang? Wah udah sembuh dong berarti. Anter ke rumah sakit sekarang dong kak, puput pengen jemput papa” Jawabku, dengan penuh semangat.

Kaka pun menjemputku disekolah. Padahal saat itu belum jam pulang. Lalu kita berangkat menuju Rumah Sakit. Di perjalanan, aku selalu membayangkan saat-saat bersama papa dulu, ketika papa sehat. Aku masih ingat, dulu papa sering membangunkanku untuk tahajjud, tapi aku justru malah membuatnya marah lalu tidur kembali. Tapi papa terus mencoba untuk membangunkan ku, bagaimanapun caranya. Akhirnya papa pun sholawatan di dekat telinga ku, kenceeeng banget. Sampai akhirnya aku tak bisa nolak, aku  harus mengikuti permintaan papa, yaitu bangun lalu sholat tahajjud. Dan..  gara-gara kejadian sederhana itu, alhamdulillah jadilah puput yang sekarang ini. Terimakasih, pah. Aku rindu dengan semua caramu membangunkanku.

“Senyam-senyum, cepet turun, udah nyampe nih!” kata kakak ku, dengan teriakan maungnya mulai bergentayangan ditelingaku.

Waktu memang tak cukup jika untuk bernostalgia semua moment aku dan papa. Tapi aku tak peduli. Yang penting sekarang aku harus pergi ke ruangan papa lalu membawanya pulang. Yeah, rasanya seperti liburan panjang telah tiba. Bahagia sekali menyambut papa pulang. Karena aku sudah tak sabar ingin menceritakan tentang banyak hal. Termasuk menceritakan sosok laki-laki yang sedang ku kagumi saat ini.

Aku pun membuka pintu kamar papa. Dari situ, aku melihat ruangan telah tertata rapih. Semua barang telah dimasukkan ke dalam tas. Yeah, berarti papa hari ini jadi pulang. Tapi, alangkah terkejutnya diri ini saat melihat kondisi papa saat itu. Mata papa sudah melihat ke atas. Hembusan nafas yang dikeluarkannya pun sudah tak stabil.

“Pa, katanya mau pulang? Kok mau pulang kondisinya malah makin parah? Papa ngga lagi becanda kan?” Tanyaku, sedikit cemas.

Namun papa tak menjawab pertanyaanku. Malah sepertinya papa tak mengerti dengan pertanyaanku tadi. Lalu, entah kenapa air mata ini tiba-tiba membasahi pipi. Tak tega rasanya melihat cinta pertama ku terbaring lemah tak berdaya. Aku pun pergi ke kamar mandi, disana aku menangis sejadi jadinya. Aku malu jika harus menangis di depan papa. Aku malu. Tak lama aku dipanggil oleh mama ku. Aku pun menemuinya dan aku merasa bahwa dunia ini seperti sedang kiamat. Saat jantung papa berhenti berdetak, air mata penyesalan ini banjir membasahi pipi. Diri ini langsung lari dan teriak memanggil perawat. Seolah tak peduli menjadi sorotan mata orang banyak. Perawat pun langsung membawa alat detak jantung. Tapi sepertinya, jantung papa sudah tak berfungsi lagi. Dan perawat pun menutup mata papa lalu mengucapkan “Innaillahi wainna ilaihi rojiun”. Entah apa yang harus aku lakukan saat itu. Ingin menyalahkan takdir, tapi itu tidak mungkin. Tak terasa, rintik hujan dimataku semakin larut. Hingga diri ini sempat tak sadarkan diri.

Usai maghrib, jenazah papa langsung dibawa ke rumah. Sesampai dirumah, raga ini lemah saat melihat bendera kuning terpampang didepan rumah. Perlahan demi perlahan kaki ini bergerak menelusuri jalan. Terlihat saat itu ratusan orang berada disekitar rumah. Aku tak sanggup melihatnya, Yaa Allah. Hingga tak sadar, diri ini jatuh tak berdaya.

Ah sudahlah.. Aku malu jika harus mengingat kejadian itu. Kenapa aku lemah sekali? Padahal aku tahu bahwa Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an :
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ اْلمـَوْتِ
  
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” 

Kalo begitu, berarti kita semua akan mati. Hanya cara dan waktu nya saja yang berbeda. Mungkin saat itu adalah waktu nya Allah untuk memanggil papa. Aku harus bisa terima semua ini. Toh, semua ini milik Allah. Bukankah kepada Allah juga kita akan kembali?

Saat ini, aku seperti orang cacat. Dimana aku hidup, agar bisa berdiri tegak dengan 2 tongkat, yaitu dua orang yang berjasa untukku. Ia adalah mama dan papa ku. Kini, papa ku sudah tiada. Jadi aku kehilangan satu tongkat ku. Akan tetapi, aku mempunyai kakak-kakak yang bisa menjadi pengganti tongkat ku yang hilang.


“Terkadang Allah mengambil kembali apa yang Dia titipkan pada kita disaat kita tak ingin melepaskannya, mungkin itulah cara Dia mengingatkan kita, bahwa sejatinya tak ada yang abadi di Dunia ini”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar